Biofuel : Sehijau Itukah?

Pengembangan biofuel menjadi banyak dipertanyakan lagi, apakah biofuel memang layak disebut sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan. Biofuel sendiri mungkin tidak perlu dipertanyakan "keramah-lingkungannya", namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah perkebunan yang menghasilkan bahan baku biofuel tsb sudah ramah lingkungan?.

Di Indonesia, biofuel (terutama biodiesel dan bioethanol) dibuat dari crude palm oil (CPO) untuk biodiesel dan singkong atau tebu untuk bioethanol. Baik CPO, singkong, maupun tebu merupakan tanaman perkebunan dan sering kali perkebunan dibuka dari konversi hutan. Konversi hutan menjadi perkebunan ini yang kemudian menjadikan sifat ramah lingkungan biofuel dipertanyakan. Masih ingat bagaimana setiap tahunnya negara-negara tetangga kita complain tentang kabut asap yang kita ekspor? itu hanya salah satu efek jangka pendek dari konversi hutan ke perkebunan. Efek jangka panjanganya tentu lebih berbahaya, global warming dan climate change.

Hutan merupakan salah satu penyeimbang kadar CO2 di atmosfer dan menghasilkan O2 yang kita butuhkan. Itulah mengapa hutan disebut sebagai paru-paru bumi. Apa jadinya jika hutan yang merupakan ekosistem yang kompleks dimana didalamnya terdapat bermacam-macam flora dan fauna dikonversi menjadi perkebunan yang hanya terdapat satu jenis tanaman. Tentunya akan terjadi ketidakseimbangan.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana solusinya? Alasan pemakaian lahan hutan untuk menjadi tanah perkebunan adalah karena kesuburannya. Tanah yang ditumbuhi banyak tanaman tentu lebih subur dibanding dengan tanah tandus dan gersang yang tidak ada tanamannya. Hal ini menjadikan para pengembang lebih suka membuka hutan untuk perkebunan daripada mengembangkan daerah-daerah kritis untuk menjadi perkebunan. Yang dibutuhkan disini adalah regulasi yang tepat, hakim yang jujur, wasit yang fair, dan pengawasan yang ketat untuk menentukan daerah-daerah yang boleh dikonversi menjadi perkebunan. Hutan adalah daerah yang highly prohibited untuk dijadikan perkebunan.

Lahan-lahan kritis yang ada harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Lahan kritis yang berasal dari penebangan liar harus dikembalikan menjadi hutan, dan lahan kritis yang memang bukan berasal dari hutan dapat dikonversi menjadi hutan, mahal memang namun bukan berarti tidak bisa. Ditanami dengan tumbuhan perintis, dicampur dengan kompos, dengan penambahan cacing tanah untuk penggembur, dll tentunya akan bisa mengubah tanah kritis menjadi subur, yang diperlukan hanya kesabaran, dan memang modal yang diperlukan juga lebih besar.

Hijau tidaknya biofuel tergantung pada kebijakan dan keberanian SBY..

No comments: