Pupuk Urea dan Pemanasan Global

Sebelum tahun 1900-an, dimana pupuk buatan belum ditemukan, manusia menggunakan kotoran hewan ternak sebagai pupuk dan juga merotasi tanaman untuk menjaga kesuburan tanah. Setelah penemuan pupuk buatan melalui sintesis urea, maka pupuk dari kotoran hewan dengan cepat digantikan oleh urea. Segera setelah itu, kualitas kesuburan tanah mulai menurun.

Kejadian nyata yang saya alami sendri, pada waktu saya mesih kecil, banyak petani menggunakan sistem rotasi tanaman dan menggunakan pupuk dari kotorran ternak (pupuk kandang) untuk mnyuburkan tanah. Selain itu, dalam jangka waktu tertentu petani menanam sejenis kacang-kacangan yang bukan untuk di makan tetapi tanaman tersebut dijadikan sebagai pupuk agar kesuburan tanah terjaga. Kacang-kacangan adalah tanaman yang dapat bersimbiosis dengan bakteri pengikat nitrogen sehingga mampu mengikat nitrogen dari udara langsung dan kemudian disimpan di akarnya. Kegiatan-kegiatan semacam ini sekarang sudah jarang dilakukan karena untuk menanam kacang-kacangan tersebut tentu saja dibutuhkan waktu dan akan mengurangi jumlah panen dalam setahun. Pupuk dari tanaman kacang-kacangan juga sudah tergantikan dengan urea. 

Bahaya urea terhadap tanah adalah tergerusnya karbon alami yang ada didalam tanah. Urea memberikan kesuburan yang berlebihan didalam tanah sehingga bakteri tumbuh dengan pesat, bakteri ini juga memerlukan zat lain untuk hidup, salah satunya adalah karbon. Setiap 1 urea diperlukan sekitar 30 karbon organik. Semakin banyak urea yang ada didalam tanah, maka semakin banyak juga karbon yang akan hilang, akibatnya kesuburan tanah akan rusak karena ketidakseimbangan jumlah nutrisi didalam tanah. Ketika tanah menjadi tidak subur lagi, maka tanaman akan sendirinya akan mati.

Dalam efeknya terhadap pemanasan global, tanah dan tumbuhan adalah salah satu "pemakan" karbondioksida yang ada diudara. Tumbuhan mengkonsumsi karbondioksida dari udara untuk fotosintesis menjadi oksigan dan karbohidrat. Selain itu, tumbuhan juga lah yang menggerakkan siklus karbon yang ada dialam dengan menyerap dari udara dan menyimpannya di dalam tanah. Jumlah karbon yang ada didalam tanah sekitar 4 kali lebih tinggi dibanding jumlah karbon di udara. Oleh karena itu, ketika tidak ada tanaman lagi, maka karbon diudara tidak dapat diserap oleh tanah. Efek dari tidak terserapnya karbon oleh tanah adalah meningkatnya jumlah karbon di atmosfer, dan ini berarti meningkatnya temperatur bumi akibat efek rumah kaca. Meningkatnya temperatur bumi akan mencairkan salju di kutub bumi. Dengan mancairnya salju maka karbondioksida yang terikat didalam salju (salju juga merupakan penyimpan karbon yang baik) terlepas ke atmosfer dan akan mamperburuk efek rumah kaca. 

Sistem pertanin yang tidak baik semacam ini dapat mengganggu keseimbangan alam. Penggunaan pupuk urea yang tidak berimbang justru menjadi salah satu penyebab rusaknya kesuburan tanah. Sekarang ini pertanian organik mulai berkembang sebagai solusi untuk masalah pupuk ini. Selain tidak menggunakan pupuk buatan, pertanian organik juga tidak menggunakan pestisida kimia yang berbahaya untuk kesehatan. Salah satu kendala untuk pertanian organik adalah harganya yang masih mahal dan pola pikir masyarakat yang masih salah dalam menggunakan pupuk.

Selain itu, penggunaan karbon organik untuk menggantikan karbon yang hilang dari tanah juga mulai dilakukan. Penambahan karbon organik ini dilakukan untuk mengimbangi jumlah karbon yang hilang akibat penggunaan pupuk. Karbon organik yang paling baik adalah kompos, dimana didalamnya juga terdapat mikroba-mikroba yang dapat menyuburkan tanah.

Penggunaan pupuk organik untuk menggantikan urea juga sudah banyak dilakukan. Berbeda dengan urea yang hanya mengandung nitrogen, pupuk organik juga mengandung banyak karbon dan nutrisi-nutrisi lain yang diperlukan tanaman. Pupuk organik dapat dibuat dari sampah-sampah organik ataupun sampah-sampah domestik dari kegiatan manusia sehingga selain berfungsi untuk menyuburkan tanah juga mengurangi jumlah gas metan yang akan terbuang ke atmosfer seandainya sampah tersebut tidak diolah. Sekali jalan, beberapa masalah terselesaikan...

Hutan

Jumlah konsumsi energi Indonesia per kapita tidaklah sebesar negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, atau Jepang. Jumlah emisi karbondioksida dari hasil pembangkitan energi maupun transportasi juga tidak besar dibandingkan dengan negara-negara maju tersebut. Namun mengapa efek rumah kaca begitu berarti untuk Indonesia? Jawabanya ada di hutan Indonesia. Hutan disini bukan sebagai absorber CO2 untuk menyelamatkan dunia, tetapi di Indonesia hutan menjadi salah satu penyebab efek rumah kaca dari deforestrasi. Dari segi efek rumah kaca, Indonesia adalah negara terbesar ketiga setelah Amerika dan China. Penyebab utamanya adalah deforestrasi.

Deforestrasi umumnya dilakukan untuk membuka hutan menjadi lahan perkebunan seperti yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Setelah kayu hutan habis di tebang, sisa-sisa kayu yang masih ada di musnahkan dengan cara dibakar. Tak jarang hutan yang masih hijau pun ikut terbakar karenanya. Asap dari pembakaran hutan inilah yang menyebabkan Indonesia menjadi penyumbang gas rumah kaca terbesar ketiga. Selain itu, pembukaan lahan hutan juga menyebabkan kemampunan untuk menyerap CO2 dari udara berkurang. Asap dari pembakaran hutan bahkan berdampak sampai ke negara-negara tetangga, mengganggu proses transportasi, dan mengganggu kesehatan. 

Deforestrasi di Indonesia sendiri menyumbang sekitar 5% dari efek rumah kaca. Setiap tahunnya sekitar 1.8 juta hektar hutan Indonesia rusak oleh ulah manusia. Hal ini menyumbang sekitar 1450 juta ton emisi CO2 ke atmosfer setiap tahunnya. Hal ini setara dengan emisi yang dikeluarkan oleh sekitar 279 juta kendaraan atau 124 juta rumah (untuk ukuran rumah negara maju). Dengan mengurangi laju perusakan hutan sekitar 10% saja sudah setara dengan mengurangi emisi 28 juta mobil. Disamping itu, masyarakat juga akan lebih sehat dengan udara yang bersih.

Hutan pada dasarnya adalah penjaga keseimbangan ekosistem. Hutan dapat menyimpan air sehingga tidak terjadi kekeringan ketika musim kemarau dan tidak terjadi banjir pada musim hujan karena air hujan akan tersimpan oleh akar tanaman. Hutan juga dapat menyerap karbondioksida dan menghasikan oksigen dari proses fotosintesis. Hutan adalah rumah bagi jutaan spesies tanaman dan hewan. Hutan jugalah yang turut mengatur siklus musim di Indonesia, setelah proses deforestrasi besar-besaran berlangsung, musim di Indonesia mulai berubah tidak teratur, hujan terjadi tidak pada waktunya. Bukan hanya sekedar pergesaran waktu hujan, tetapi musim hujan menjadi tidak teratur.

Ironisnya, pemerintah justru mendorong perusakan hutan dengan begitu mudahnya memberikan hak pengolahan hutan (HPH) kepada perusahaan-perusahaan besar untuk menjadikan hutan sebagai perkebunan. Dengan alasan ekonomi tersebut, pemerintah melegalkan perusakan hutan. HPH sebenarnya bukanlah pengelolaan hutan tetapi perusakan hutan. Ditambah lagi dengan pemerintahan yang korup, perusakan hutan manjadi semakin susah dihentikan. Dana reboisasi yang harusnya dapat digunakan untuk reforestrasi hilang entah kemana. Saat ini yang tersisa hanya berupa 100 juta hektar hutan rusak.

Upaya untuk memperbaiki kondisi hutan memang ada, namun proses ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang jauh lebih besar daripada uang yang di dapat dari merusak hutan. Walaupun sudah terlambat, namun tetap lebih baik bertindak daripada tidak sama sekali, karena masa depan kita tergantung di hutan.

Nuclear is not an Option

Dunia sekarang ini sedang menghadapi krisis energi. Energi fosil yang selama ini mensuplai sebagian besar energi dunia sudah semakin menipis dan terbukti tidak ramah lingkungan dengan menjadi penyebab utama global warming. Berbagai energi altefnatif yang lebih ramah lingkungan dikembangankan untuk mengurangi dampak efek rumah kaca dari emisi karbon dioksida yang berlebihan. 

Salah satu opsi yang diusahakan adalah nuklir. Tenaga nuklir mampu manghasilkan listrik dalam jumlah besar dengan bahan bakar yang sedikit dan tidak menghasilkan emisi karbon dioksida secara langsung sehingga beberapa orang menganggap muklir adalah sumber energi yang relatif aman. Namun di balik semua itu, nuklir menyimpan banyak kekhawatiran yang masih belum bisa diselesaikan, diantaranya:

  1. Limbah nuklir yang sangat berbahaya karena masih mengandung radioaktif yang sangat tinggi untuk waktu yang sangat lama (bisa sampai 100.0000 tahun), sampai saat ini limbah nuklir hanya disimpan saja. Bisa dibayangkan jika limbah-limbah nuklir tersebut sampai bocor ke lingkungan sekitar.
  2. Secara statistik mungkin pembangkit listrik tenaga nuklir adalah yang paling aman karena jarang sekali bermasalah, terbakar, meledak, dan sebagainya, namun sekali bermasalah maka efeknya akan luar biasa. Di Chernobyl, satu ledakan menyebabkan sekitar 4000 orang meninggal, belun lagi dengan efek radiasi terhadap kesehatan. Dan kemudian kejadian meledaknya reaktor nuklir Jepang yang masih menyisakan masalah limbah yang bekum selesai. meskipun secara statistik aman, namun bukti menunjukkan bahwa efek dari bencana nuklir sangat dahsyat.
  3. Meskipun sulit untuk dijadikan untuk senjata, namun pengembangan nuklir untuk energi sekalipun adalah jalan menuju senjata pemusnah masal. Masalah pengembangan senjata nuklir dari energi ini hanyalah alasan kecil mengapa nuklir tidak dipelukan sebenarnya, karena tanpa alasan inipun nuklir memang selayaknya tidak digunakan.
  4. Bagaimanapun sumber energi nuklir terbatas jumlahnya. Cadangan uranium di bumi makin lama akan makin habis (walaupun masih cukup lama). Pembukaan lahan pertambangan baru tidaklah mudah dan membutuhkan waktu yang lama.

Satu alasan yang pertaman saja sudah cukup untuk mengatakan tidak pada nuklir. Masih banyak energi yang jauh lebih aman dan lebih berlimpah daripada nuklir, matahari, angin, pasang surut, geothermal, dan bioenergi (biofuel, biomass, dll) tinggal disesuaikan dengan kondisi daerah mana yang paling optimal. Nuklir bukan salah satu pilihan untuk menyelesaikan masalah energi.

Listrik dari Matahari

Energi matahari yang diterima bumi dalam 1 jam setara dengan energi yang dikonsumsi manusia selama 1 tahun. Bahkan dengan tingkat effisiensi konversi energi matahari menjadi energi listrik pun, masih cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dunia. Terlebih lagi energi matahari dapat diperoleh dengan gratis sepanjang masa.

Beberapa daerah yang kaya dengan sumber matahari adalah gurun, dimana hampir tidak ada manusia, hewan, ataupun tanaman yang dapat tumbuh dengan baik. Daerah gurun seperti di kawasan timur tengah sebenarnya "menyimpan" lebih banyak potensial cadangan energi yang tidak akan habis. Jauh melebihi jumlah minyak dan gas yang sekarang ini sibuk diperebutkan dan menjadi sumber penyebab perang.

Energi matahari dapat diubah menjadi listrik lewat dua cara : 

  1. Fotovoltaik. Energi matahari dapat diubah menjadi listrik secara langsung dengan menggunakan fotovoltaik sel, yaitu bahan semikonduktor yang sensitif terhadap sinar matahari. Energi foton dari sinar matahari akan menggerakan elektron dari atom-atom semikonduktor tersebut, gerakan elektron inilah yang disebut listrik. Listrik yang dihasilkan dari fotovoltaik sel adalah listrik searah (DC). Untuk dapat digunakan oleh rumah tangga yang pada umumnya menggunakan listrik (AC), terlebih dahulu harus melewati inverter. Agar listrik tetap dapat digunakan ketika malam hari atau ketika cuaca mendung maka listrik yang dihasilkan dari fotovoltaik disimpan terlebih dahulu dalam batere. Beberapa kendala dari pengembangan listrik dari fotovoltaik ini adalah masalah bahan semikonduktor dan media penyimapan listrik (batere) yang mahal. Namun dengan semakin berkembangnya teknologi semikonduktor dan batere, biaya pembangkitan listrik dari matahari menjadi semakin murah. Pembangkitan listrik dengan cara ini dapat dilakukan dengan sekala kecil seperti dirumah tangga atau bahkan skala mikro misalnya untuk charger HP    
  2. Concentrated solar thermal. Sesuai dengan namanya, konversi energi matahari menjadi listrik dilakukan dengan menkonsentrasikan energi panas matahari untuk memanaskan air manjadi uap dan kemudian digunakan untuk menggerakan turbin. Prinsipnya mirip dengan kompor matahari, dimana energi matahari di fokuskan pada satu titik degan menggunakan cermin cekung. Pada fokus titik itulah air atau minyak pemanas akan dipanaskan. Kelebihan teknologi ini adalah tidak diperlukannya bahan semikonduktor yang mahal. Penyimpanan energi dapat dilakukan dalam minyak pemanas. Minyak dipanaskan menggunakan energi matahari yang telah difokuskan kemudian disimpan dalam tangki tertentu. Minyak panas ini yang kemudian akan digunakan untuk memanaskan air menjadi uap. Minyak harus tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga pada waktu malam hari atau pada kondisi mendung, pembangkit listrik masih bisa beroperasi. Kelemahan teknologi ini dibandingkan dengan fotovoltaik adalah tidak bisa dibuat dalam skala kecil atau rumah tangga.

Dengan seiring berkembangnya teknologi, konversi listrik dari energi matahari akan semakin murah dengan bertambahnya effisiensi penangkapan energi matahari. Selain itu, bahan bakar fosil juga akan semakin berkurang dan mahal. Maka kelangsungan hidup manusia akan ditentukan salah satunya oleh energi matahari.

Our Choice

Global warming sudah tidak dapat dihindari lagi. Emisi gas-gas rumah kaca yang tinggi menjadi penyebab utama dari pemanasan global. Gas rumah kaca dapat memerangkap energi di dalam atmosfer bumi sehingga menyebabkan kenaikan suhu bumi. Pada awalnya energy matahari yang sampai ke bumi kemudian sebagian di serap dan sebagian dipantulkan ke atmosfer. Tanpa ada gas rumah kaca, energy yang dipantulkan bumi akan di lepas ke luar angkasa, namun dengan adanya gas rumah kaca, maka energy tersebut akan dipantulkan kembali ke bumi, akibatnya suhu bumi akan naik.
Beberapa gas rumah kaca utama adalah :
  1. Karbondioksida. Gas ini menyumbang gas rumah kaca terbesar, sekitar 43% dari efek rumah kaca disebabkan oleh karbondioksida. Gas ini dihasilkan dari proses pembakaran seperti pembangkit energi (PLTU, PLTG, PLTD, dll), kendaraan bermotor, industri, pembakaran hutan, dll. Setiap harinya sekitar 90 juta ton karbon dioksida di emisikan ke atmosfer.
  2. Metana. Meskipun jumlah emisi metana jauh lebih kecil daripada karbon dioksida tetapi efek rumah kaca yang dihasilkan sekitar 20 kali lebih besar daripada per gram karbondioksida. Gas metana menyumbang sekitar 27% dari efek rumah kaca.
  3. Partikulat karbon. Karbon ini bukan dalam bentuk gas, tetapi berupa partikel halus dalam atmosfer. Partikulat karbon dihasilkan dari pembakaran biomass di area terbuka seperti pembakaran hutan dan dalam rumah tangga, pembakaran batubara yang tidak sempurna, dll. Partikulat karbon dapat menyebabkan atmosfer menjadi gelap sehingga panas matahari lebih mudah masuk ke bumi dan jika mengendap di salju akan menyebabkan salju berwarna lebih gelap sehingga lebih mudah mencair. Partikulat karbon menyumbang sekitar 12% dari efek rumah kaca.
  4. Zat-zat lain seperti CFCs, CO, N2O, dll juga turut menyebabkan terjadinya efek rumah kaca.
Emisi zat-zat penyebab efek rumah kaca sebenarnya dapat dikurangi dengan salah satunya adalah menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan mengganti sumber-sumber energi yang banyak mengeluarkan karbon dioksida dengan sumber energi yang lebih ramah lingkungan seperti energi matahari, angin, dan panas bumi. Penggunaan sumber energi yang kotor seperti batubara dan minyak bumi secara terus menerus akan memperburuk efek rumah kaca. Tinggal kita pilih yahg mana?

Preparing for the coming economic collapse

Konsumsi minyak bumi yang semakin meningkat tidak sejalan dengan peningkatan produksi menyababkan harga minyak bumi meningkat terus. Minyak bumi tidak dapat ditumbuhkan dengan cepat dan cadangan yang ada jumlahnya terbatas, suatu saat nanti pasti akan habis. Trend produksi minyak bumi dunia sudah menunjukkan bahwa produksi minyak bumi sudah di titik maksimum, yang berarti produksi minyak bumi akan mulai menurun.

Sumber-sumber minyak baru memang masih ada, namun kebanyakan diperoleh dari sumber-sumber yang sulit dan mahal, seperti di lautan dalam, shale earth, tar sand, dll. Sumber-sumber ini menjanjikan produksi minyak untuk menopang peningkatan konsumsi untuk sementara waktu, dan pada akhirnya juga akan habis.

Ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi ini akan dapat menimbulkan gejolak yang jika tidak diatasi segera dapat mengakibatkan kejatuhan ekonomi yang besar. Untuk menggerakkan roda ekonomi diperlukan energy yang terus meningkat, sekarang ini suplai energy paling besar adalah minyak bumi. Permasalahan energy ini tidak dapat diselesaikan oleh perorangan, harus pemerintah (semua Negara) yang turun tangan untuk menyelesaikan. Jika para pemimpin dunia gagal untuk mengidentifikasi dan mencari penyelesaian energy ini, maka kejatuhan ekonomi bukan tidak mungkin akan terjadi dengan sangat fatal.

Banyak hal yang harus dilakukan untuk mencegah kejatuhan ekonomi ini, salah satunya adalah dengan mencari sumber energy alternative untuk menggantikan minyak bumi, diantaranya:

  1. Sumber energy terbaharukan. Banyak sekali sumber energy terbaharukan yang bisa dimanfaatkan untuk menggantikan minyak bumi seperti panas bumi, matahari, biofuel, angin, dll. Indonesia yang terletak di ring of fire memiliki keuntungan dengan sumber panas bumi yang berlimpah. Sumber energy ini selain dapat diperbarui (kekal) juga lebih ramah lingkungan.
  2. Nuklir. Semua orang tahu dampak negatif pembangkit listrik tenaga nuklir seperti yang terjadi di Fukushima, Jepang. PLTN memang jarang sekali meledak, namun sekalinya meledak akan menghasilkan efek yang sangat besar. Selain itu limbah dari PLTN juga masih menjadi permasalahan yang cukup besar.
  3. Batubara, sand tar, dan shale earth oil. Sumber-sumber ini termasuk sumber energy fosil yang paling kotor. Walaupun jumlahnya masih cukup berlimpah, namun efek yang dihasilkan dari penggunaannya melebihi nilai energy yang dihasilkan. Penggunaan sumber-sumber energy ini dapat menunda krisis energy, tapi akan menghasilkan krisis yang lebih besar lagi nantinya. Menurut saya, sumber-sumber ini sebaiknya tidak digunakan.

Kelangkaan energy sangat mungkin terjadi jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan, mungkin sekarangpun sudah terlambat untuk bertindak. Kelangkaan energy yang berakibat pada kenaikan harga energy (minyak bumi, dll) akan mengakibatkan inflasi yang tinggi. Efek dari inflasi ini adalah berkurangnya nilai mata uang, sehingga berinvestasi akan menjadi hal yang tidak menguntungkan karena walaupun secara jumlah uang bertambah nanum secara daya beli berkurang. Ada beberapa cara yang disarankan untuk mengantisipasi inflasi yang tinggi :

  1. Investasi emas. Emas merupakan salah satu investasi yang tidak mengenal inflasi. Jika inflasi tinggi, harga emas naik melebihi inflasi. Harga minyak bumi naik, harga emas juga naik.
  2. Investasi di bidang energy atau energy alternative. Energi merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam ekonomi, siapa yang menguasai energi akan dapat bertahan dari krisis lebih baik.

Ecological Intelligence

Teori ekonomi klasik mendorong orang untuk memproduksi barang dengan harga serendah mungkin untuk memperoleh pasar yang besar dengan keuntungan yang sebesar-besarnya nampaknya sudah mulai tidak berlaku lagi. Orang sudah mulai sadar bahwa dibalik harga yang murah terdapat hidden cost yang besar, diantaranya adalah perusakan alam. Barang dengan harga murah biasanya diproduksi tanpa memperhatikan aspek lingkungan, seperti menggunakan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan, pengolahan limbahnya tidak bagus, menebang hutan tanpa rehabilitasi, dll.

Ada tiga aspek yang ditonjolkan dalam buku Ecological Intelligent oleh Daniel Goleman; aspek lingkungan (geosphere), aspek kehidupan hayati (biosphere), dan aspek social (sosiosphere) untuk menilai apakah suatu produk itu termasuk “green”. Geosphere berarti alam dan bumi seperti air, tanah, dan udara. Produk dikatakan green jika diproduksi dengan mempedulikan alam sekitarnya, tanpa menimbulkan pencemaran terhadap tanah, air, udara, dll. Geosphere ini merupakan basic dari kriteria green dalam suatu produk. Kita dapat dengan mudah menganggap bahwa produk A adalah green jika diproduksi seperti tersebut diatas. Tetapi sebenarnya perlu diperhatikan juga aspek biosphere dan sosiosphere.

Biosphere berarti tubuh kita, kehidupan hewan dan tumbuhan. Walaupun suatu produk di buat tanpa mengeluarkan polusi tetapi jika menimbulkan bahaya kepunahan terhadap spesies tumbuhan atau hewan tertentu maka produk tersebut tidak dapat dikatakan hijau. Perburuan paus untuk dijadikan makanan termasuk salah satu kegiatan yang merusak lingkungan atau tidak ‘green’ karena dapat menimbulkan kepunahan paus dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Pabrik pulp dan kertas seringkali menggunakan bahan baku dari menebang hutan tanpa merehabilitasi kembali. Pabrik minyak goreng (sawit) memperoleh minyak sawit dari perkebunan sawit yang dibangun dari hasil membakar hutan, merusak lingkungan, dan pada akhirnya menganggu keseimbangan lingkungan dangan monokultur. Agak susah memang menentukan suatu produk itu termasuk green atau tidak.

Aspek ketiga yang digunakan untuk menentukan apakah suatu produk tersebut green atau tidak adalah sosiosphere, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan social. Misalnya apakah suatu produk tersebut diproduksi dengan manggunakan pekerja dibawah umur, atau dengan pekerja murah dengan gaji dibawah UMR, atau dengan tanpa memperhatikan kehidupan pekerjanya. Suatu produk tidak bisa dikatakan ‘green’ jika diproduksi tanpa memperhatikan safety para pekerjanya, tanpa memperhatikan efek jangka panjang terhadap pekerjanya, dll.

Masyarakat sekarang sudah mulai memperhatikan hal-hal seperti diatas, sehingga rela membeli barang dengan harga yang sedikit lebih tinggi tetapi di produksi dengan menggunakan energy dari matahari menggantikan listrik dari PLTU misalnya, atau produk yang diproduksi dengan memperhatikan nasib para pekerjanya, dll. Kesadaran akan lingkungan ini sudah mulai muncul terutama di kalangan Negara-negara maju atau masyarakat yang dengan latar belakang pendidikan yang lebih bagus. Produk-produk murah dari China dengan harga murah namun dibuat dengan kondisi jam kerja yang tidak wajar atau menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya sepertinya atau menggunakan energy dari pembangkit listrik PLTU yang hitam, dll sepertinya akan mulai tersingkir jika tidak segera berubah.

Kemudian bagaimana menentukan apakah suatu produk itu ‘green’ atau tidak? Bisa saja semua orang mengklaim bahwa produknya ‘green’. Untuk itu diperlukan badan pemeriksa (auditor) dari pihak ketiga yang netral untuk melakukan assessment terhadap produk-produk yang beredar dimasyarakat. Tidak mudah untuk menentukan suatu produk ‘green’ atau tidak. Membeli produk local yang setara dengan produk impor mungkin akan lebih green karena tanpa melibatkan transportasi yang jauh, transport tentu saja memerlukan energy dan mengeluarkan polusi.

Era keterbukaan sudah mulai merebak dimana-mana, masyarakat sudah mulai sadar lingkungan dan sudah mulai berfikir sebelum membeli suatu barang. Sekarang bukan lagi jamannya harus menutupi semua keburukan untuk memperoleh biaya produksi yang paling murah. Orang sudah mulai beralih ke green product.

Mobil Murah dan "Ramah Lingkungan"

Pemerintah berencana mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pengembangan mobil murah dan ramah lingkungan. Dengan berbagai kriteria, salah satunya adalah mobil dibatasi dengan kapasitas 1000 cc dan 1200 cc, kemudian harga jualnya dibawah 90 juta rupiah. Mobil ini nantinya ditargetkan untuk pengendara motor yang ingin beralih ke mobil.

Entah bagaimana cara perhitungan pemerintah tentang “ramah lingkungan”, motor bebek biasa konsumsi bahan bakar nya sekitar 1: 40 (1 liter bahan bakar untuk 40 km) bahkan lebih, sedangkan se irit-iritnya mobil masih di bawah 1:25, bagaimana bisa disebut ramah lingkungan? Sudah pasti semakin banyak bahan bakar di konsumsi per km semakin besar emisi yang dihasilkan.

Semakin banyak orang beralih dari motor ke mobil, maka semakin tidak effisien penggunaan bahan bakar. Sedangkan dengan kondisi sekarang saja, Jakarta sudah dinobatkan sebagai salah kota dengan polusi udara yang buruk, bagaimana jika nanti mobil-mobil murah membanjiri Jakarta. Belum lagi dengan kondisi yang sekarang saja, Indonesia sudah harus jadi net importer minyak bumi, bagaimana jika nanti tiba-tiba kebutuhan minyak meningkat?

Saya semakin yakin bahwa sebenarnya pemerintah tidak pernah berniat untuk memperbaiki/menjaga lingkungan. Kata-kata “Ramah lingkungan” hanyalah sloga belaka yang dipakai hanya sebagai kata-kata promosi saja, tidak lebih. Kita harus lebih berhati-hati terhadap semua label “Ramah lingkungan” karena banyak orang memanfaatkan label itu untuk kepentingan tertentu.

Beberapa hal yang harusnya dilakukan pemerintah (menurut saya):

  1. Menaikkan harga premium agar pemilik mobil manjadi aware dengan konsumsi bahan bakarnya. Dengan sendirinya mobil-mobil boros bahan bakar tidak akan laku dan mobil-mobil tua yang boros bahan bakar otomatis akan tersingkirkan
  2. Membangun sarana & pra sarana kendaraan angkutan massal yang bagus
  3. Melakukan pembatasan emisi kendaraan dengan tegas

Memang dengan begini, sector otomotif akan agak tergerus, tapi toh sector otomotif bukan benar-benar menjadi kebutuhan pokok rakyat, dan juga Indonesia juga sekedar menjadi konsumen bagi industry otomotif, dengan Jepang, Eropa, dan Amerika yang akan mengeruk keuntungannya.

Mobil murah dan “Ramah Lingkungan” ini sebaiknya di review lagi lebih dalam..