Energy [R]evolution II

Minyak bumi masih menjadi sumber energi utama yang menggerakkan dunia. Bersamaan dengan itu, tingkat polusi semakin meningkat dan global warming semakin menjadi kenyataan. Kompas.com melaporkan bahwa 20 hingga 30 tahun lagi gletser di papua akan musnah karena naiknya suhu bumi.

Cerita lain lagi datang dari teluk meksiko dimana terjadi kecelakaan hebat di platform milik BP yang mengakibatkan tumpahan minyak telah menyebar luas dan menyebabkan polusi hebat dan menambahkan catatatn hitam untuk minyak bumi.

Belum lagi tentang cerita minyak bumi yang disamarkan menjadi “senjata pemusnah missal” oleh amerika untuk dijadikan alasan menginvasi Irak. Atau cerita pengeboran oleh lapindo yang sampai saat ini belum ada solusinya. Minyak bumi telah menimbulkan bencana yang sangat besar, baik bencana yang telah terjadi maupun yang masih potensial yang akan jauh lebih besar pengaruhnya terhadap ekosistem.

Pembakaran minyak (dan gas) selalu berujung pada pembentukan CO2. Pada prinsipnya semua pembakaran menghasilkan CO2, bahkan pembakaran energy renewable seperti biodiesel dan Bioethanol pun menghasilkan CO2, bedanya CO2 yang dihasilkan oleh pembakaran biofuel berasal dari atmosfer juga yang kemudian di konversi oleh tumbuhan menjadi minyak dan karbohidrat dan kemudian diubah lagi menjadi biofuel yang kembali lagi menjadi CO2. Pembentukan CO2 dari biofuel membentuk siklus dengan konversi CO2 menjadi minyak atau karbohidrat sehingga jumlah CO2 yang ada di atmosfer akan relatif konstan, atau kalaupun naik tidak sebanyak yang terjadi sekarang. Sementara itu pembakaran minyak bumi tidak bisa membentuk siklus karena proses pembentukan minyak sendiri memerlukan waktu yang relatif sangat lama, sampai berjuta-juta tahun.

Apakah bumi sudah kehabisan sumber energi sehingga kita sedemikian tergantungnya pada minyak bumi? Apakah tidak ada sumber energi lain yang lebih baik dan aman? Sebenarnya sumber energi tidak pernah jauh dari kehidupan sehari-hari, sinar matahari yang kita rasakan setiap hari ada salah satu sumber energi yang sangat besar, angin yang bertiup setiap saat juga berarti energi. Tidak perlu bicara tentang jarak pagar atau CPO, bahkan sampah yang tiap hari kita hasilkan pun juga berarti energi. Belum lagi tentang ombak di laut, sungai-sungai yang mengalir, lingkaran gunung api, dll.

Tuhan telah menciptakan sedemikian banyak sumberdaya untuk energi. Memang benar, minyak bumi pun juga ciptaan Tuhan, tetapi manusia diberikan akal untuk memilih mana yang baik dan buruk. Tidak perlu bersusah payah mengebor dalam perut bumi, energi matahari dapat kita jumpai di setiap tempat (terutama untuk daerah tropis seperti Indonesia), tanpa perlu khawatir akan banjir lumpur, bocor, meluber, dan mencemari ligkungan. Tapi ironisnya, energi matahari yang sedemikian besar justru tidak dilirik untuk menciptakan ketahanan energi dalam skenario blue print ketahanan energi nasional. Dan justru batubara, yang jauh lebih berbahaya dan lebih buruk efeknya terhadap bumi, yang dijadikan harapan untuk menggantikan minyak bumi yang makin habis.

Biarkan minyak bumi (dan juga batubara) tetap didalam perut bumi dan mulailah Energy [R]evolution. Aku bukan orang yang anti dengan minyak, tetapi jika aku diberikan pilihan, aku akan memilih yang lebih baik.