Beans

Beans, sebuah buku ditulis Leslie A. Yerkes dan Cherles Decker ini berisi tentang cerita warung kopi El Espresso yang sukses manjadi warung kopi terbaik dengan menjaga warungnya tetap kecil. Mengambil pelajaran dari warung kopi tersebut, sang penulis mengungkapkan ada 4 P yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha agar bisnisnya sukses, yaitu:

  1. Passion. Setiap usaha atau pekerjaan yang tidak dilakukan dengan sunguh-sunguh maka tidak akan menghasilkan apapun. Itu salah satu alasan mengapa passion ini sangat penting. Pekerjaan yang dilakukan dengan ‘hati’ tentu akan lebih bernilai daripada pekerjaan yang dilakukan sekenanya karena kita tidak mencintai pekerjaan tersebut. Do what you love and you won’t work another day in your love.
  2. People. Espresso merekrut orang-orang terbaik dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melalukan apa yang mereka inginkan. Setiap karyawan espresso adalah orang-orang yang mampu berfikir untuk melakukan yang terbaik karena mereka didukung. Espresso tidak pernah menghitung detail setiap hari berapa kopi yang berkurang karena curiga ada pegawainya yang meminum kopinya, tapi dengan memberikan visi dan misinya kepada setiap pegawainya untuk mencapai target tertentu. Dengan begitu setiap pegawai akan terpacu untuk mendapatkan target dengan caranya sendiri. Assume the positive – trust yourself and extend trust to others.
  3. Personal. Bahwa setiap orang ingin dihargai adalah benar, dan prinsip inilah yang diterapkan di espresso. Setiap orang, baik itu pegawai ataupun customer diperlakukan secara pribadi. Jadi setiap orang yang menikmati kopi di espresso diperlakukan seperti layaknya teman sendiri, dengan begitu customer tersebut dengan sendirinya akan menjadi customer tetap. Make it an experience – threat everyone as unique and valued.
  4. Product. Harga yang diberikan harus sesuai dengan kualitasnya. Orang tidak akan membeli kopi yang tidak enak dan pelayanan yang tidak nyaman dengan harga yang mahal. Find little ways to differentiate and delight.

Itu beberapa prinsip yang diterapkan espresso, back to work and enjoy your coffee..

Antri Donk...

‘Antri’ mungkin menjadi salah satu kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sulit sekali untuk diterapkan. Budaya antri sepertinya memang belum menjadi budaya kita, mungkin baru bebek saja yang sudah menerapkan budaya antri. Ambil contoh ketika di tol, sudah jelas-jelas rambu-rambu dan bahkan peringatan mengatakan bahwa bahu jalan hanya digunakan untuk berhenti darurat dan dilarang digunakan sebagai jalan reguler, namun tetap saja banyak kendaraan yang melintasinya tanpa merasa bersalah dengan alasan kemacetan. Sebenarnya siapa yang membuat macet jalan tol? Ya mereka yang melewati bahu jalan itu sebenernya. Karena ketika ada kendaraan yang berhenti darurat di bahu jalan maka otomatis kendaraan lain yang lewat dibahu jalan akan mendesak kendaraan yang berada dijalur yang benar sehingga terjadi kemacetan. Nah sialnya lagi, arus kendaraan yang dibelakang (di jalur yang benar) menjadi tersendat dan begitu melihat bahu jalan kosong, segeralah ia memutar kemudi melewati bahu jalan. Efek ini akan terus berulang dan macetpun tak dapat dihindari. Kendaraan yang berhenti di bahu jalan sebenarnya tidak salah, karena memang bahu jalan itu untuk berhenti darurat, yang salah adalah orang yang menggunakan bahu jalan lah yang salah. Yang jadi korban, ya yang benar.


Salah satu faktor penyebab budaya ini belum ‘masuk’ di Indonesia (baca : Jakarta) adalah tingkat pendidikannya (pendidikan tidak selalu sama dengan sekolah, belum tentu orang yang sudah tamat S3 berpendidikan yang baik). Di Indonesia ini kan lebih banyak orang yang menggunakan ego daripada otak. Kalau dalam lelucon dibilang otak orang Indonesia ini masih fresh, belum banyak digunakan, ya memang begitu adanya.


Budaya menghargai orang lain juga masih kurang. Jadi kalau orang lain jadi susah karena ulah kita, ya biarin aja, emang gue pikirin...


Disamping itu memang benar bahwa pemerataan pembangunan masih belum dilakukan, akibatnya penduduk Indonesia sebagian besar ada di Jakarta, konsumsi sumberdaya alam termasuk juga penghasil limbah di Indonesia sebagian besar juga di Jakarta. Dengan melihat kondisi yang sedemikian parahnya, aneh jika pemda masih juga mengijinkan pembangunan gedung-gedung tinggi di Jakarta. Gedung-gedung ini kan tentunya untuk perkantoran, dan perkantoran kan selalu ada karyawannya, dan ini kan berarti penambahan jumlah manusia. Lha wong ngurusin manusia yang sekarang saja sudah ga bisa kok mau nambah lagi, ya kalau ga bisa ngurangin ya jangan nambah urusan....

Bom Waktu

Kita semua tahu bahwa waktu tidak bisa dihentikan atau dipercepat, semuanya berjalan konstan, dan semua yang sudah terjadi tidak dapat di putar balik lagi. Dari sini kita harusnya sadar bahwa waktu harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin kalau tidak mau ketinggalan.

Sebagai pekerja kantoran dengan rutinitas tiap hari yang bisa dikatakan tidak banyak berubah dan ditambah lagi dengan jarak antara rumah dan kantor yang lumayan jauh, aku harus bisa membagi waktu dengan sebaik mungkin. Setelah di hitung-hitung ternyata aku mendapatkan sebagian besar waktu ku ada di rumah, yaitu sekitar 11.5 jam, yang sebagian besar kugunakan untuk tidur selama 7-8 jam, sisannya untuk bersantai, persiapan ke kantor, dll. Berikutnya adalah waktu di kantor yang sekitar 9 jam dan sisanya diperjalanan sekitar 3.5 jam dari senin sampai jumat. Jadi kalau dilihat, sebenarnya waktu efektif yang paling banyak adalah di kantor. Kalau dibuat grafiknya, waktuku seperti ini:

Dari 47% waktu yang kuhabisin dirumah, 65% nya kugunakan untuk tidur, sisanya untuk bersantai dan persiapan ke kantor. Sehingga grafik pemakaian waktuku seperti ini:

Sementara itu, dari 9 jam waktuku di kantor, 4.5 jam (50%) aku gunakan untuk kerja (sedapat mungkin serius), 2 jam untuk mengerjakan proyek pribadi, 1.5 jam untuk makan siang + sarapan, dan sisanya untuk surfing di dunia maya.

Sebenarnya kalau dihitung-hitung tidak full 8 jam kita kerja dalam sehari (aku berani bertaruh sebagian besar karyawan juga demikian), tapi memang ini bisa fleksibel, jadi kalau pekerjaan lagi peak, tentu saja waktu kerja efektif akan lebih dari 4.5 jam.

Ini hanya terjadi untuk hari kerja saja, sabtu-minggu tentu saja akan berbeda, lebih banyak digunakan untuk jalan-jalan, mengutak-atik rumah atau mobil, dan bersantai.

Ada satu hal lagi yang masih kurang, waktu untuk olah raga, ini seharusnya penting karena kebanyakan orang kantoran hanya duduk statis di depan komputer di sepanjang waktunya di kantor. Untuk yang satu ini aku memanfaatkan jalan kaki sebagai olah raga alternatif. Misalnya, pada saat harus berpindah tempat dari ruang kerja di lantai 3 ke kantin di lantai ground, sebisa mungkin tidak menggunakan lift. Naik tangga 3 lantai sebanyak 3-4 kali sehari mungkin sudah dapat menggantikan olah raga. Begitu pentingnya waktu sehingga harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin atau kita akan menghadapai BOM WAKTU...

CDM, dari Negara Maju untuk Negara Maju

Kondisi atmosfer yang makin rapuh melahirkan kesadaran-kesadaran untuk mengurangi emisi (green house gas) yang mencemari bumi. Kebanyakan penghasil emisi ini adalah negara-negara maju (atau sering disebut negara Annex 1) yang banyak mengkonsumsi bahan bakar / energy. Maka negara-negara maju didesak untuk mengurangi emisi penyebab peningkatan suhu bumi. Emisi yang sebagian besar terdiri dari karbon dioksida ini di sebabkan oleh proses industri, pembangkit listrik, transportasi, dll.


Menurunakan emisi bagi negara maju berarti penghentian pembangunan dan itu dapat berujung pada kemunduran. Oleh karena itu, mereka (negara maju) mengusulkan perdagangan karbon (emisi dalam satuan karbon dioksida ekivalen). Dengan sistem ini, agar tetap dapat melanjutkan pembangunan, negara maju akan membeli pengurangan emisi yang dilakukan oleh negara berkembang. Sistem ini mirip dengan kuota emisi yang ada di atmosfer, dimana negara maju sudah tidak diperbolehkan mengeluarkan emisi lagi, untuk menambah kuota maka negara maju harus membeli dari negara berkembang.

Pertanyaan yang muncul adalah apakah sistem ini efektif untuk mengurangi atau menjaga emisi di atmosfer untuk tidak meningkat? Negara maju tetap terus menambah emisi melalui kuota yang telah dibeli, sedangkan negara berkembang tidak dibatasi tingkat kenaikan emisinya. Di satu sisi terjadi pengurangan emisi di negara berkembang akibat pembangunan proyek-proyek CDM, tapi disisi lain konsumsi energi terus meningkat yang berarti peningkatan emisi.


Dari segi ekonomi, dengan membeli kuota, negara berkembang seharusnya mendapatkan uang untuk memperbaiki taraf hidup rakyatnya. Tetapi yang terjadi tidak sepenuhnya demikian. Ambil salah satu kasus di PT. X yang ingin memanfaatkan limbahnya untuk menjadi sesuatu. Limbah yang tadinya hanya dibiarkan saja dan mengemisikan gas metan dalam jumlah tertentu sekarang tidak lagi mengeluarkan emisi. Dari situ kemudian dihitung berapa karbon dioksida ekivalen yang dapat dikurangi. Itulah yang nanti dijual ke negara maju. Pada kenyataannya, PT. X harus berpartner dengan perusahaan asing (negara maju) karena keterbatasan dana dan koneksi CDM. Perusahaan asing inilah yang nantinya akan berhubungan dengan pihak dari negara maju untuk mendapatkan CDM. Uang dari CDM yang diperoleh kemudian di bagi berdua, dan seringkali porsi untuk perusahaan asingnya lebih besar, hingga 90% atau mungkin lebih, dan sisanya untuk PT.X.


Ada 2 hal yang bisa diambil disini:

  1. untuk menjaga emisi bumi tetap rendah (mengurangi emisi), tidak bisa dengan sistem CDM. Negara maju harus berusaha sendiri untuk mengurangi emisinya dan negara berkembang harus menjaga hutannya. Pengurangan emisi hanya bisa dilakukan dengan:
    1. mengurangi emisi dari sumbernya, atau
    2. memperbanyak tempat untuk menampung/mengurangi emisi (baca : hutan)
  2. Sistem kapitalis (baca:neoliberalis) memunculkan yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.Tidak akan bisa terjadi keseimbangan atau kemerataan.
Namun begitu ada beberapa hal juga yang yang patut menjadi perhatian karena sedikit banyak CDM ini menggerakkan proyek-proyek ramah lingkungan yang sebelumnya tidak visible untuk dijalankan.

Reaktor Biodiesel Skala Rumah Tangga

Pembuatan biodiesel skala rumah tangga (untuk pemakaian sendiri) sangat banyak dilakukan oleh masyarakat biodiesel di luar-luar negeri. Peralatan yang diperlukan sebenarnya sangat sederhana dan mudah di temui di sekitar kita. Berikut ini contoh penggunaan barang-barang bekas untuk membuat biodisel skala 100 liter per batch (bahan-bahan yang digunakan dapat dilihat pada postingan sebelumnya).

Untuk mereaksikan minyak nabati dan metanol dapat digunakan sebuah reaktor sederhana yang terbuat dari drum bekas (volume sekitar 150 liter). Sebagai tempat pencampuran katalis dengan metanol digunakan jerigen (volume sekitar 25 liter). Drum dengan jerigen ini dihubungkan dengan pipa atau selang untuk menjaga tekanan di dalam drum dan jerigen sama.

Campuran ini akan diumpankan kedalam reaktor secara bertahap selama proses reaksi berlangsung atau sekitar 60 menit, untuk itu perlu dipasang valve untuk mengatur flow metanol. Reaktor ini dilengkapi dengan pompa dengan kapasitas minimum 100 liter per menit. Pompa ini selain berfungsi sebagai alat transfer juga sebagai pengaduk. Untuk mendapatkan temperatur reaksi yang optimal, reaktor ini dapat dilengkapi dengan pemanas listrik atau minyak nabati yang akan direaksikan dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan tungku api atau pemanas matahari hingga 65 oC (temperatur optimum untuk reaksi ini adalah 60 oC).

Setelah reaksi selesai, produk yang terbentuk (biodisel + gliserin) didiamkan didalam reaktor untuk proses pemisahan. Gliserin dan biodiesel akan memisah dalam waktu 1 jam. Gliserin di drain melalui line drain (2) hingga diperoleh fasa biodiesel (berarti gliserin sudah sebagian besar di drain. Setelah fasa gliserin habis, biodiesel didiamkan lebih lanjut untuk mengendapkan gliserin yang kemungkinan masih belum mengendap dan kemudian dilakukan kembali proses drain gliserin hingga didapatkan biodiesel (fasa gliserin sudah cukup sedikit). Fasa gliserin dan biodiesel dapat dibedakan dengan mudah dari warna dan kekentalannya, gliserin akan cenderung berwarna lebih gelap dan kental sedangkan biodiesel berwarna cerah dan encer. Biodiesel kemudian di keluarkan melalui no (3) untuk disimpan atau digunakan sebagai campuran solar untuk mesin diesel.

Biodiesel yang masih tersisa di tangki (sekitar 20 cm) disimpan ditempat lain. Biodiesel ini akan dimasukkan ke reaktor pada proses berikutnya, yaitu pada proses pengendapan setelah reaksi biodisel yang kedua selesai. Fasa gliserin yang diperoleh (sekitar 10% dari volume biodisel yang diperoleh) dapat dibakar untuk proses pemanasan minyak.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat biodisel:

  1. metanol merupakan bahan yang mempunyai titik didih rendah (mudah menguap) sangat mudah terbakar dan beracun, sehingga penanganannya harus hati-hati. Untuk itu tidak boleh ada kebocoran pada sistem reaktor ini.
  2. Katalis (KOH atau NaOH) merupakan bahan kimia berbahaya dan korosif
  3. Pembakaran gliserin harus pada temperatur tinggi (api menyala) karena dapat menimbulkan gas beracun jika dibakar pada temperatur rendah.

Homemade Biodiesel

Sebagai salah satu alternative bahan bakar pengganti solar, biodiesel sebenarnya dapat dengan mudah dibuat dalam skala rumah tangga untuk digunakan sendiri. Bahan baku yang paling realistis untuk digunakan adalah minyak goreng bekas yang masih memiliki kualitas cukup bagus seperti dari rumah makan cepat saji atau industri makanan. Permasalahan yang sering muncul adalah karena minyak goreng bekas tersebut seringkali masih dipergunakan untuk memasak walaupun dari segi kesehatan tidak diperbolehkan.


Langkah pertama yang dilakukan untuk membuat biodiesel adalah persiapan bahan baku (minyak goreng bekas) yang bertujuan untuk menghilangkan air. Persiapan ini dilakukan dengan memanaskan minyak diatas api hingga lebih dari 100 oC. Kadar air dalam minyak dapat diketahui dari gelembung-gelembung yang muncul pada saat minyak dipanasi. Jika sudah tidak ada gelembung pada minyak yang dipanasi, maka kadar air dalam minyak kira-kira lebih rendah dari 0.5%, sesuai dengan persyaratan.

Selanjutnya adalah mereaksikan minyak dengan methanol dengan katalis KOH selama 2 jam. Reaksi ini dapat berlangsung dengan baik pada suhu 60 oC, namun pada suhu tersebut methanol sudah menguap. Pada skala pabrik, biasanya ditambahkan methanol kondensor untuk mengkondensasikan methanol yang menguap. Untuk skala rumah tangga, pemasangan kondensor akan menyusahkan sehingga reaksi tidak perlu dilakukan pada suhu tinggi, cukup dijaga pada suhu sekitar 40-50 derajat C. pada kondisi ini reaksi berjalan lebih lambat sehingga diperlukan waktu hingga 2 jam (pada suhu 60 derajat C cukup 30 menit).


Produk dari reaksi ini adalah biodiesel dan gliserin yang dapat dipisahkan dengan pengendapan. Glierin akan mengendap dalam waktu 30-60 menit, namun untuk mendapatkan pengendapan yang bagus, hasil reaksi ini dapat didiamkan hingga 1 hari. Setelah 1 hari akan didapatkan cairan jernih di bagian atas (biodiesel) yang dapat langsung dipaka walaupun idealnya biodiesel ini harus dicuci terlebih dahulu dan kemudian dikeringkan. Gliserin dapat dicampurkan dengan serbuk gerjajian, kertas, atau sekam padi untuk dijadikan sebagai bahan bakar tungku (untuk memanaskan minyak seperti pada langkah pertama). Namun perlu diperhatikan, pembakaran gliserin pada suhu rendah bisa menghasilkan acrolein (racun) sehingga nyala api pembakaran harus cukup besar.


Berikut ini bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat biodiesel beserja jumlah biodiesel yang dihasilkan:

  1. Minyak (minyak goreng bekas, minyak jarak pagar, dll) 100 liter
  2. Methanol 20 liter
  3. KOH 0.9 kg
  4. Biodiesel 90-100 liter
  5. Fasa gliserin 10-25 liter

Swadhesi

KOTA GAZA, KAMIS — Jumlah korban tewas akibat ofensif Israel di Jalur Gaza meningkat menjadi 763, Kamis (8/1), setelah serangan-serangan baru. Puluhan mayat ditemukan selama penghentian sesaat pengeboman Israel, kata beberapa petugas medis.


Begitu tertulis di harian kompas edisi Jumat ,09 Januari 2009 sebagai bukti kekejaman bangsa yahudi. Setelah menginvasi Palestina sejak 1946, wilayah negara palestina makin sempit dari tahun ke tahun dan akhirnya terpecah menjadi dua wilayah (Gaza dan Tepi Barat) seperti sekarang ini. Palestina bukan hanya kehilangan sebagian besar wilayahnya tetapi juga ribuan (mungkin jutaan) warganya.


Bangsa yahudi yang pada awalnya adalah pengungsi dari Eropa setelah perang dunia dua akhirnya malah mendeklarasikan tanah pengungsian menjadi sebuah negara, mengusir warga yang sudah terlebih dulu ada. Bukannya berterima kasih atas tanah tumpangan untuk pengungsian, yahudi malah membalasnya dengan mencaplok sebagian besar wilayah dan membunuhi warga palestina. Warga dunia yang paling mengembor-gemborkan tentang demokrasi dan kemerdekaan (amerika serikat) ternyata justru ada dibalik kolonialisasi dan genosida ini. Bagaimana tidak, bantuan amerika yang mengalir ke israel tidak kurang dari 30 miliar dolar selama 10 tahun, seperti yang diungkapkan obama. Negara yang katanya menjujung tinggi nilai kemanusiaan ternyata justru yang tidak manusiawi.


Bagaimana kita bersikap selanjutnya? karena konfrontasi langsung tentu bukan jalan yang tepat karena musuh mempunyai senjata pemusnah massal yang saat ini paling mutakhir. Jalan yang lebih realistis adalah dengan berjuang/jihat secara ekonomi yaitu dengan boikot. Mengapa saya menyebut ini sebagai jihat juga? karena pada kenyataannya memang tidak mudah untuk tidak membeli produk amerika, diperlukan perjuangan tersendiri untuk melakukannya. Bagaimana tidak, sehari-hari kita tidak bisa lepas dari microsoft windows, KFC, dll. Untuk itu diperlukan tekad yang kuat.


Berikut ini beberapa hal yang akan saya lakukan:

  1. Meng-unistall windows dan semua software asli di laptop dan menggantinya dengan Linux, atau dengan windows/software bajakan, meskipun ini bertentangan dengan himbauan perusahaan tempat saya bekerja.
  2. Berhenti makan di KFC, McD, Pizza Hut, CFC, dll yang mengandung amerika
  3. Berhenti membeli barang kebutuhan sehari-hari seperti sabun, pasta gigi, dll dari produk-produk amerik
  4. Dll, selama masih ada substitusinya. Sejauh ini saya belum menemukan pengganti situs-situs internet seperti google, yahoo, dll.

 

Adalah tokoh India bernama Gandhi yang melalukan perlawanan pada penjajah Inggris pada waktu itu dengan swadesi yang artinya dengan menggunakan produk dalam negeri atau tidak menggunakan (boikot) produk Inggris pada saat itu.