Jumlah konsumsi energi Indonesia per kapita tidaklah sebesar negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, atau Jepang. Jumlah emisi karbondioksida dari hasil pembangkitan energi maupun transportasi juga tidak besar dibandingkan dengan negara-negara maju tersebut. Namun mengapa efek rumah kaca begitu berarti untuk Indonesia? Jawabanya ada di hutan Indonesia. Hutan disini bukan sebagai absorber CO2 untuk menyelamatkan dunia, tetapi di Indonesia hutan menjadi salah satu penyebab efek rumah kaca dari deforestrasi. Dari segi efek rumah kaca, Indonesia adalah negara terbesar ketiga setelah Amerika dan China. Penyebab utamanya adalah deforestrasi.
Deforestrasi umumnya dilakukan untuk membuka hutan menjadi lahan perkebunan seperti yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Setelah kayu hutan habis di tebang, sisa-sisa kayu yang masih ada di musnahkan dengan cara dibakar. Tak jarang hutan yang masih hijau pun ikut terbakar karenanya. Asap dari pembakaran hutan inilah yang menyebabkan Indonesia menjadi penyumbang gas rumah kaca terbesar ketiga. Selain itu, pembukaan lahan hutan juga menyebabkan kemampunan untuk menyerap CO2 dari udara berkurang. Asap dari pembakaran hutan bahkan berdampak sampai ke negara-negara tetangga, mengganggu proses transportasi, dan mengganggu kesehatan.
Deforestrasi di Indonesia sendiri menyumbang sekitar 5% dari efek rumah kaca. Setiap tahunnya sekitar 1.8 juta hektar hutan Indonesia rusak oleh ulah manusia. Hal ini menyumbang sekitar 1450 juta ton emisi CO2 ke atmosfer setiap tahunnya. Hal ini setara dengan emisi yang dikeluarkan oleh sekitar 279 juta kendaraan atau 124 juta rumah (untuk ukuran rumah negara maju). Dengan mengurangi laju perusakan hutan sekitar 10% saja sudah setara dengan mengurangi emisi 28 juta mobil. Disamping itu, masyarakat juga akan lebih sehat dengan udara yang bersih.
Hutan pada dasarnya adalah penjaga keseimbangan ekosistem. Hutan dapat menyimpan air sehingga tidak terjadi kekeringan ketika musim kemarau dan tidak terjadi banjir pada musim hujan karena air hujan akan tersimpan oleh akar tanaman. Hutan juga dapat menyerap karbondioksida dan menghasikan oksigen dari proses fotosintesis. Hutan adalah rumah bagi jutaan spesies tanaman dan hewan. Hutan jugalah yang turut mengatur siklus musim di Indonesia, setelah proses deforestrasi besar-besaran berlangsung, musim di Indonesia mulai berubah tidak teratur, hujan terjadi tidak pada waktunya. Bukan hanya sekedar pergesaran waktu hujan, tetapi musim hujan menjadi tidak teratur.
Ironisnya, pemerintah justru mendorong perusakan hutan dengan begitu mudahnya memberikan hak pengolahan hutan (HPH) kepada perusahaan-perusahaan besar untuk menjadikan hutan sebagai perkebunan. Dengan alasan ekonomi tersebut, pemerintah melegalkan perusakan hutan. HPH sebenarnya bukanlah pengelolaan hutan tetapi perusakan hutan. Ditambah lagi dengan pemerintahan yang korup, perusakan hutan manjadi semakin susah dihentikan. Dana reboisasi yang harusnya dapat digunakan untuk reforestrasi hilang entah kemana. Saat ini yang tersisa hanya berupa 100 juta hektar hutan rusak.
Upaya untuk memperbaiki kondisi hutan memang ada, namun proses ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang jauh lebih besar daripada uang yang di dapat dari merusak hutan. Walaupun sudah terlambat, namun tetap lebih baik bertindak daripada tidak sama sekali, karena masa depan kita tergantung di hutan.
No comments:
Post a Comment